haji malik. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS


A. Sejarah Teori Kostruktifisme
Sejarah teori ini bermula semasa Revolusi Kognitif 1960. Ia bertujuan mengubah teori pembelajaran yang berasaskan teori behavioris yang dipelopori oleh Ivan, Skinner dan Thondike.
                                                                        


Perkembangan teori pembelajaran konstruktivis diawali oleh pengazas teori ini ialah Ciambasstista Vico iaitu seorang pakar epistemologi dari Itali. Konstruktif kognitif muncul akibat penulisan Mark Baldwin dan disebarkan oleh Jean Piaget. Konstruktivis mempunyai banyak pengikut. diantaranya adalah Forman dan Pullfal (1988), Newan, Griffin dan Cole (1989), Reninck (1989) dan Vygotsky (1978)
B. Pengertian Teori Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Kostrtifisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia, manusia mengkostruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lngkunagan mereka
C. Konsep umum teori konstruktifisme
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar .

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif siswa bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.


Wheatley (1991: 12) berpendapat dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme.
• Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
• Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki siswa.
Dari pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu
• siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
• pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
• strategi siswa lebih bernilai,
• siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
D. ISTILAH DALAM TEORI KOSTRUKTIFISME:
Untuk mengetahui tentang teori konstrufisisme maka kita harus mengetahuai beberapa istilah yang sering muncul didalamnya.
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

E. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya
2. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
3. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
4. Menggalakkan proses pembelajaran murid melalui kajian dan eksperimen.

F. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi tanggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

G. Proses Belajar Menurut Konstruktivistik
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktivistik dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1. Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya.
2. Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3. Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
4. Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
5. Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.



H. Mengimplementasikan Toeri Konstruktivisme Pada Pendidikan Anak.
Adapun implementasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
(1) Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
(2) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
(3) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
• memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
• memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
• memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
• memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
• mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
• menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

(1) I.Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstrutivisme

a.Kelebihan
Berfikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah,membuat idea dan membuat keputusan.
(2) Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi
(3) .Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
(4) Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru
(5) .Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.


b.Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
E. Proses Belajar Menurut Konstruktivisme
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1.Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2.Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3.Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.
4.Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
5.Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

F. HUBUNGAN KONSTRUKTIVISME DENGAN TEORI BELAJAR LAIN
Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.
1. Teori Belajar Konsep
Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori petubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat. Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan siswa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat.
2. Teori perubahan konsep
Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivisme dan Teori Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang berbeda hal tersebut bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. “Salah pengertian” dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segala-galanya melainkan justru menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.
3. Teori Skema.
Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sehingga dapat menjadi lebih luas dan berkembang.
4. Konstrtivisme, Behaviorisme, dan Maturasionisme
Konstruktivisme berbeda dengan Behavorisme dan Maturasionisme. Bila Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran, konstruktivime lebih menekankan pengembangan konsep dan pengertian yang mendalam. Bila Maturasionisme lebih menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah–langkah perkembangan kedewasaan. Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif siswa. Dalam pengertian Maturasionisme, bila seseorang mengikuti perkembangan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya ia akan menemukan pengetahuan yang lengkap.
Menurut Konstruktivisme, bila seseorang tidak mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia berumur tua akan tetap tidakakan berkembang pengetahuannya.
Dalam teori ini kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berfikir dan bukan meniru saja.Kadang–kadang orang menganggap bahwa konstruktivisme sama dengan Teori Pencarian Sendiri (Inguiry Approach) dalam belajar. Sebenarnya kalau kita lihat secara teliti, kedua teori ini tidak sama. Dalam banyak hal mereka punya kesamaan,seperti penekanan keaktifan siswa untuk memenuhi suatu hal. Dapat terjadi bahwa metode pencarian sendiri memang merupakan metode konstruktivisme tetapi tidak semua konstruktivis dengan metode pencarian sendiri. Dalam konstruktivisme terlebih yang personal sosial, justru dikembangkan belajar bersama dalam kelompok. Hal ini yang tidak ada dalam metode mencari sendiri. Bahkan, dalam praktek metode pencarian sendiri tidak memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan sendiri, karena langkah-langkah pencarian dan bagaimana pencarian dilaporkan dan dirumuskan sudah dituliskan sebelumnya.

C. PENUTUP
C.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang disekitarnya..
3. Menurut pendekatan konstruktivisme, belajar adalah proses pembentukan makna secara aktif oleh siswa sendiri terhadap masukan baru yang didasarkan atas struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya.
C.2. Saran
Saran yang dapat diberikan mengenai pendekatan pembelajaran menurut konstruktivisme adalah dalam pembelajaran guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru hanya membantu agar informasi menjadi lebih bermakna dan relevan bagi siswa dengan menunjukkan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan strategi-strategi yang dimilikinya untuk belajar. Selain itu, posisi guru dalam pembelajaran adalah untuk bernegosiasi dengan siswa, bukan memberikan jawaban akhir yang telah jadi. Tidak hanya itu, guru seharusnya diharapkan dapat bertindak sebagai mediator dan fasilitator yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa.



DAFTAR PUSTAKA
Paul suparno, filsafat kostruktifisme dalam pendidikan;1997,kanisius,Yogyakarta
Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran; Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, Bandung: Alfabeta, 2006
http://surianto200477.wordpress.com/judul-mata-kuliah/sss Di akses pada tanggal 5 april

http://lela68.wordpress.com/2009/05/22/tugas-5-konstruktivisme Di akses pada tanggal 5 april 2011
http://sdn5bsyahya.blogspot.com Di akses pada tanggal 5 april 2011tertsa19yahoo.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

Maulana Malik Tertsa mengatakan...

mantab

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.