haji malik. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sistem Undang-Undang Pengadilan Agama di Indonesia


Dalam era Kabinet Syahrir I, urusan keagamaan  dibawah wewenang Menteri Negara Haji. Selanjutnya, pada kabinet Syahrir II Kementrian Agama baru berdiri. Pada saat pendirian Departemen Agama, Pengadilan Agama masih berada dibawah Departemen Kehakiman. Atas permintaan Menteri Agama, Rasyidi, BA, Peradilan Agama dipindah pengelolaannya ke Departemen Agama dengan penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25 Maret 1946. Pemindahan tersebut disertai dengan harapan akan terjadi perbaikan dalam segala hal yang menyangkut penegakan proses peradilan. Tetapi harapan ini berbuah kekecewaan.

Menurut observasi Lev, perbaikan tidak terwujud kecuali terhadap beberapa hal saja seperti pemberian gaji tetap para hakim agama oleh pemerintah. Pemberian gaji ini sebagai konsekuensi dari tuntutan Undang-Undang No. 22 Tahun 1946. Sifat gaji ini harus dibedakan antara dari sifat gaji zaman penjajahan.

Pada zaman penjajahan, kepala penghulu atau ketua pengadilan diberi gaji oleh pemerintah kolonial dalam kapasitasnya sebagai penasehat pada Landraad, bukan sebagai Ketua Pengadilan Agama. Demikian juga penyediaan sarana dan prasarana tampak kurang begitu diperhatikan oleh departemen Agama, bahkan hingga kini. Ini terlihat dari standar gedung yang dipakai sama sekali tidak menunjukkan sebagai sebuah gedung pengadilan  yang memang sengaja dibangun untuk itu.
Masih banyak gedung pengadilan  Agama yang menempati bangunan seadanya. Bahkan banyak pula yang meminjam atau dipinjami oleh pemerintah daerah. 

Pada tanggal 8 Nopember 1946 dikeluarkan peraturan tentang Peradilan Agama. Peraturan itu dikeluarkan oleh penguasa militer C.C.O.M.A.C.A.B (Chief Commanding Officer Allied Military administration Civil Affairs Branch). Peraturan menetapkan keberadaan pengadilan penghulu (penghulugerecht) yang menetapkan bahwa  luas daerah kekuasaan penghulugerecht sama dengan luas kekuasaan pengadilan negeri.

Selain dari pada itu Pengadilan Agama terdiri dari seorang  ahli hukum Islam sebagai ketua dan dibantu dua orang anggota dan seorang panitera. Namun pada tahun 1948 verordening itu dicabut keberlakuannya dari wilayah jawa barat.  Pencabutan ini  dilakukan oleh  Recomba (Regeringscomissaris voor Bestuurs Aangelegenheden). Selanjutnya Recomba juga menetapkan Verordening Tot Herziening vande godsdienstige rechtpraak in West java. Jika dilihat dalam verordening diatas tidak ada sesuatu yang baru, sebaliknya peraturan diatas hanyalah penegasan kembali Staatsblad 1882 nomor 152 ayat 2a tentang  kompetensi relatif dan staatsblad  1937 No. 16 tentang kompetensi absolut Peradilan Agama.

 Undang-undang No. 22 Tahun 1946 diatas, sebenarnya merupakan langkah rasionalisasi dalam administrasi Pengadilan Agama. Undang-undang itu  menghendaki adanya pemisahan pendaftaran nikah, talak dan rujuk yang selama itu dilakukan oleh Pengadilan Agama. Selain itu, juga terdapat tuntutan pemisahan jabatan antara Penghulu Kepala dan Ketua Pengadilan Agama.

 Dengan keluarnya undang-undang ini maka penghulu tidak lagi diperbolehkan mencampuri urusan peradilan atau pengadilan. Pengadilan, sebaliknya di serahkan kepada hakim sepenuhnya, yang mereka itu digaji oleh pemerintah. Demikian pula seluruh biaya administrasi peradilan ditanggung oleh negara, sedang ongkos berperkara harus disetor ke kas negara.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.