haji malik. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Undang-undang nomor 19 tahun 1948 yang kontroversi menurut ulama' Aceh

      Undang-undang nomor 19 tahun 1948 tidak urung mendatangkan reaksi keras dari sejumlah ulama, khususnya yang berasal dari Sumatera seperti Aceh, Sumatra Barat dan Selatan. Dengan tegas mereka menolak Undang-undang ini. Undang-undang yang ditandatangani oleh Wakil Presiden pada tanggal 8 juli 1948 ini, tampaknya dibuat dengan tampa mengajak berbicara Departemen Agama. Pada kenyataannya undang-undang tidak pernah berlaku. Kelihatan bahwa pemerintah tampak tidak mau mengambil resiko di tengah ketidakstabilan politik di negara yang baru tiga tahun merdeka ini. Sikap pemerintah adalah membiarkan begitu saja status quo berjalan, yakni dengan tidak adanya langkah-langkah kongkrit untuk membuat undang-undang nomor 19 tahun 1948 bekerja. 

    Setahun setelah pemberlakuan undang-undang nomor 19 tahun 1948, yakni tahun 1949, terdapat perubahan fundamental tentang bentuk negara. Jatuhnya yogyakarta segera disusul dengan munculnya republik Indonesia serikat pada tahun 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950). Menyangkut peradilan, tidak banyak yang berubah kecuali penegasan bahwa daerah atau negara-negara bagian berhak mengelola pengadilan-pengadilan sendiri yang diakui atau dengan atas kuasa undang-undang daerah bagian (pasal 155). Dengan demikian, menurut Konstitusi RIS ada dua macam peradilan yaitu peradilan federal dan peradilan daerah bagian. batikmalik.blogspot.com

Sejauh menyangkut peradilan agama, hanya ada satu daerah bagian. Sejauh menyangkut Peradilan Agama yang pernah mengeluarkan  peraturan tentangnya, yakni penetapan pembentukan Peradilan Agama pada Negara Sumatera Timur, yang disebut Majlis Agama Islam. Penetapan inipun tak sempat berlaku karena desakan situasi politik bahwa pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia mengakhiri bentuk  Negara serikatnya, dan kembli ke bentuk  persatuan. Demikian pula, Usia Republik Indonesia Serikat yang demikian pendek (7 bulan 21 hari) tidak memberi kesempatan berlakunya seluruh produk hukum pada umumnya.

 Dalam observasi Nasution, semasa Indonesia berbentuk serikat, meskipun telah terjadi pengakuan kedaulatan oleh Belanda, Belanda berhasil memaksakan  kehendak-kehendaknya yang berakibat pada terjadinya kekacauan yang luar biasa dalam bidang administrasi pemerintahan. Karena itu, lanjutnya, pada awal tahun 1950 telah disadari akan pentingnya negara ini kembali berbentuk kesatuan. Undang-undang nomor 7 tahun1950 (lembaran negara nomor 56), (Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia) mengakhiri keberlakuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Pada tahun 1951, keluar sebuah Undang-undang  yang disebut sebagai Undang-undang darurat, yaitu Undang-undang nomor 1 tahun 1951.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.